Plasenta Previa
1. Pengertian
Menurut Wiknjosastro (2002),
Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba
(1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di
sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum
(Saifuddin, 2002).
2. Klasifikasi Plasenta Previa
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi
dalam bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh
ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu
bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa
Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa
Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar pinggir ostium
uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan
atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi
sebagian ostium uteri internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya
agak jauh letaknya dan menutupi sebagian ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998),
klasifikasi plasenta previa berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm
sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa
lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta
previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa
marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya
pembukaan, misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan
berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan
macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya
pembukaan (Wiknjosastro, 2002).
3. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut
beberapa pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi
di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum
siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum
diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas
section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
4. Faktor Risiko Plasenta Previa
a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian
plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun
dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat
seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan
endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena
plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas
persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2
tahun.
Menurut
Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan
paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia,
plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada
kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan
jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta,
dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner
yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa sampai
saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor
risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim
(endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari
previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum
bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3)
Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata
(2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.
Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio
sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan
perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium
kurang subur (Manuaba, 2001).
c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain,
karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat
karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi
terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) Sastrawinata,(2005).
5. Patofisiologi Plasenta Previa
Menurut
Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga
dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen
bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu
servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat
laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu
ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta
previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa
terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan
20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran
segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal
(Mansjoer, 2001).
6. Gambaran Klinik Plasenta Previa
Perdarahan tanpa sebab,
tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah segar, perdarahan pertama
biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak
dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada
janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian
terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan
letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro,
2002).
7. Diagnosa Plasenta Previa
Menurut Mochtar (1998),
diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan sebagai berikut : a. Anamnesa plasenta previa, antara lain :
terjadinya perdarahan pada kehamilan 28 minggu berlangsung tanpa nyeri , dapat
berulang, tanpa alasan terutama pada multigravida. b. Pada inspeksi dijumpai,
antara lain : perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal dan pada perdarahan
yang banyak ibu tampak anemis. c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai
keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok, kesadaran penderita
bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan
darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, tekanan darah turun, nadi dan
pernafasan meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis. d.
Pemeriksaan Khusus Kebidanan a. Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain :
janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil, karena
letak plasenta di segmen bawah lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak janin
dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi. b. Denyut jantung janin
bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim. c. Pemeriksaan
dalam, yaitu pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk menegakkan diagnosa
pasti, mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan, hasil
pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri internum.
8. Komplikasi Plasenta Previa
Plasenta previa
dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba (2001), adapun
komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu : a. Komplikasi pada ibu, antara lain
: perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di depan.,
infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen
bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit
diketahui. b. Komplikasi pada janin, antara lain : prematuritas dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya
tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan kematian. Menurut Chalik
(2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain :
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak
plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah
berulang kali, penderita anemia dan syok. 2) Plasenta yang berimplantasi di
segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah jaringan trpoblas infasi
menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari
kejadian placenta akreta dan mungkin inkerta. 3) Servik dan segmen bawah raim
yangrapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai
oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.
9. Penatalaksanaan Plasenta Previa
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
a. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah
keadaan ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya
pembukaan, dan tingkat placenta previa.
b. Terapi Aktif
Kehamilan segera
diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya: a) Cara Vaginal Untuk
mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian menutup pembuluh –
pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta). b) Cara Sectio caesarea
Dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga dapat mengadakan retraksi dan
menghentikan perdarahan dan juga untuk mencegah terjadinya robekan cervik yang
agak sering dengan usaha persalinan pervaginam pada placenta previa. Menurut
Winkjosastro (2002) prinsip dasar penanganan placenta previa yaitu, setiap ibu
dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali
jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal
sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk
mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya
yang hampir selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya, jangan sekali – kali
melakukan pemeriksaan dalam keadaan siap operasi. Apabila dengan penilaian yang
tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung, atau yang akan
berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin (yang masih hidup) dan
kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500
gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan
sampai janindapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif)
sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung
akan membahayakan ibu dan atau janinnya, kehamilannya telah cukup 36 minggu,
atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah
mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif.
Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap
operasi (Winkjosastro, 2002).
0 komentar:
Posting Komentar